Sejarah merupakan suatu gambaran peristiwa lampau. Sejarah bisa merupakan kebenaran bahkan bisa jadi suatu kebohongan yang diciptakan dengan berbagai tujuan. Bagi mereka yang tidak ada sangkut pautnya dengan suatu sejarah yang "dibelokkan" mungkin tidak akan merasakan apa-apa, terlebih sejarah tersebut di dramatisir sedemikian rupa sehingga memunculkan pahlawan atau kejadian yang sangat tragis, yang mampu membawa orang yang menyimak sejarah tersebut terkesima.
Sejarah yang akan saya bahas disini adalah Jayaprana-Layonsari. Sedemikian terkenalnya lakon Jayaprana-Layonsari membuat banyak orang tertarik untuk mengangkat kisah ini sebagai lakon dalam sendratari, pewayangan dan yang lainnya. Dari sekian banyak lakon yang menampilkan sosok Jayaprana-Layonsari atau pemaparan tentang doa tokoh ini hampir keseluruhannya selalu menggambarkan sosok raja yang bengis, yang telah membunuh Jayaprana dan membuat Layonsari bunuh diri. Hal ini membuat saya sangat sedih dan berusaha untuk meluruskan penafsiran kebanyakan orang mengenai kisah Jayaprana-Layonsari.
Salah satu pemaparan mengenai Jayaprana-Layonsari saya dapatkan dari situs Kaskus, tepatnya http://www.kaskus.us/showthread.php?t=582182&page=3 oleh seorang member dengan ID IMade in Jpn.
Berikut posting dari IMade in Jpn
Originally Posted by IMade in Jpn
Di kerajaan Kalianget terjadi wabah penyakit yang banyak memakan korban jiwa, termasuk juga keluarga kerajaan...
Dalam dukanya sang raja berusaha menghibur lara rakyatnya dengan jalan mengunjungi mereka dan memberikan bantuan kepada para keluarga... pada saat itu sang raja bertemu dengan seorang bocah yatim piatu yang sedang menangisi kematian orang tua dan saudara-saudaranya, terdorong rasa kasih pada mendiang putranya sang raja lalu mengambil si bocah untuk dijadikan putranya, bocah yatim itu bernama Jayaprana.
Singkat kata, bencana wadah penyakit berlalu; Jayaprana kecilpun menghabiskan waktunya dilingkungan istana selayaknya keluarga istana, dia juga memperoleh olah kanuragan dari berbagai guru dan ilmu. Setelah menginjak masa dewasa, Jayaprana tumbuh menjadi seorang ksatria pilih tanding yang tampan.
Kemudian dia jatuh hati pada seorang penjual bunga yang sangat cantik jelita , cinta Jayaprana dibalas oleh si penjual bunga lalu mereka segera menikah... semua merasa berbahagia dengan pernikahan yang sebanding ini, mereka lalu tinggal di lingkungan istana.
Raja tua yang bijaksana, setelah sekian lama menduda ternyata diam-diam juga menanam benih cinta pada istri putra angkatnya ~ benih cinta ini berkembang selaksa penyakit kanker yang dengan cepat menggerogoti akal sehat sang raja bijaksana...
Dipikirkan sebuah strategi untuk melenyapkan Jayaprana sehingga dia dapat mempersunting istrinya... strategi gila ini disampaikan pada patih kerajaan yang bernama Sawung Galing, tentu saja niatan hati sang patih menolak namun racun asmara telah menguasai rajanya... sebagai abdi setia patih Sawung Galing dengan berat hati melaksanakan titah raja tua.
Dalam skenario tersebut, Jayaprana bersama Sawung Galing ditugaskan untuk menumpas pemberontakan ditapal batas kerajaan... setelah tugas diselesaikan, Sawung Galing dengan galaunya menyerang Jayaprana ~ tapi kesaktian Sawung Galing masih jauh dibawah tatannan Jayaprana sehingga keinginan tersebut tidak dapat tercapai; Jayaprana kemudian bertanya dengan alasan apa Sawung Galing mau membunuhnya? dengan penuh penyesalan dan haru Sawung Galing menceritakan titah raja untuk membunuhnya agar dapat mempersunting istri Jayaprana.
Dalam dukanya Jayaprana menyerahkan keris sakti miliknya sebagai satu-satunya senjata yang dapat digunakan untuk membunuh Jayaprana, Ia hanya berpesan agar keris dan berita kematiannya disampaikan pada istrinya sebagai bukti kesetiaannya pada titah raja.
Setelah menerima keris itu, dengan mudah patih Sawung Galing membunuh Jayaprana ~ kematian Jayaprana juga ditangisi oleh alam, binatang hutan menangis; seekor macan putih tiba-tiba menyerang patih Sawung Galing dan menewaskan sang patih.
....
Raja tua menyampaikan berita duka dan lamaran-nya kepada istri Jayaprana, dalam tangisnya sang istri merebut keris milik suaminya dan mempergunakannya untuk bunuh diri... dari jasad istri Jayaprana tersebut mengeluarkan aroma wewangian yang menyerbak keseluruh wilayah kerajaan bahkan tercium hingga lokasi jasad Jayaprana berada (di Teluk Terima); Dari kejadian ini istri Jayaprana dikenal dengan nama Ni Layonsari (layon = mayat, sari = mewangi)...
Kemudian rakyat membawa jasad yang mewangi tersebut untuk ditempatkan disebelah jasad Jayaprana agar selamanya kedua kekasih ini dapat selalu bersama.
Sedangkan patih Sawung Galing yang dengan setianya menjalankan titah raja turut serta ditempatkan dilokasi tersebut sebagai simbol kesetian seorang adbi.
Membaca posting ini membuat sedih hati saya, dimana sebutan Raja tua digunakan untuk menyebut seorang raja. Terlebih inti dari cerita yang menyiratkan bagaimana buruknya perilaku sang raja telah menggores hati saya sedemikian dalam. Sesungguhnya cerita ini adalah suatu kesalahan dimana penulis telah melakukan penghinaan dan penyimpangan sejarah
Jika alasan ketidaktahuan melatarbelakangi keselahan tersebut mungkin dapat dimaklumi, tetapi setelah saya melakukan googling ternyata informasi mengenai nama raja, kerajaan dan tahun berdirinya dapat saya temukan di situs : http://stitidharma.org/modules.php?name=Content&pa=print_page&pid=106, yang isinya :
4. PRASASTI "TAMBLINGAN" TAHUN 844 SAKA
Prasasti Tamblingan yang ditulis pada tahun 844 Saka (922 M), ketika Sri Ugrasena menjadi Raja di Bali menyebutkan bahwa wilayah Tamblingan dan sekitarnya (sekarang dikenal sebagai kawasan Bedugul) adalah kawasan suci.
Raja-Raja dari dinasti Warmadewa berikutnya antara lain Jayapangus di tahun 1099 M dan Sri Bhatara Parameswara di tahun 1320 M menguatkan keyakinan kesucian wilayah Tamblingan dengan menegaskannya dalam prasasti-prasasti yang berisi "kutukan" (bhisama) bagi pelanggar kesucian.
Sejarah mencatat bukti kutukan Bhatara Parameswara atas pelanggaran kesucian wilayah itu berupa malapetaka yang dahsyat :
1. Hancurnya kerajaan Kalianget yang dipimpin Raja I Dewa Kaleran pada awal abad ke-16 karena beliau menodai kawasan suci Bedugul. Dalam mitologi, peristiwa ini disebut kisah "Jayaprana-Layonsari"
2. Bencana yang menimpa Kerajaan Buleleng di bawah pimpinan Kiyai Anglurah Panji Sakti, karena beliau merusak Pura Batukaru dalam ekspedisi penyerangannya ke Denpasar dan Tabanan pada tahun 1652 M.
3. Banjir lumpur tahun 1815 M yang menimbun Buleleng bagian selatan termasuk Puri Sukasada, karena tidak dijaganya kelestarian Bedugul dengan gunung dan danau sekitarnya.
Dengan demikian anggapan tidak tahu terbukti kabur, dan menurut saya penulis tidak melakukan observasi sebelumnya.
Pada postingan berikutnya saya akan coba untuk memaparkan alasan saya meluruskan kisah Jayaprana-Layonsari dan sekaligus pembenarannya.
Monday, August 20, 2007
Sejarah yang terhinakan
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
2 comments:
Postingan Anda tentang Jayaprana membantu saya memahami sejarah Jayaprana. Saya tertarik dengan sejarah Jayaprana setelah kemarin (Kamis, 08/10/2009) saya berbincang dengan Pak I Gede Ardana yang mengantar rombongan kami ke Pasar Sukawati. Di sela-sela obrolan kami, dia bercerita tentang kesetiaan serta kerelaan Jayaprana yang mau menyerahkan kerisnya agar dia bisa dibunuh oleh Sawung Galing.
Wildan Hakim
Staf Humas Bawaslu
Banyak versi yang beredar mengenai sejarah Jayaprana-Layonsari. Hanya segelintir orang yang benar-benar mengetahui apa yang terjadi sesungguhnya saat itu berdasarkan peninggalan berupa prasasti atau lontar.
Kebetulan saya sendiri pernah membaca lontar peninggalan kakek buyut saya.
Post a Comment